10 Fakta dan Mitos tentang Fakultas Hukum

10 Fakta dan Mitos tentang Fakultas Hukum
0 Shares

Fakultas hukum adalah salah satu fakultas yang banyak diminati oleh calon mahasiswa. Jurusan ilmu hukum pernah masuk dalam 10 jurusan dengan peminat terbanyak di Indonesia. Namun, banyak juga mitos yang beredar tentang mahasiswa dan perkuliahan di Fakultas Hukum.

Apa saja mitos tersebut? Apakah benar atau salah? Mari kita simak bersama!

Mitos 1: Kuliah Hukum Harus Menghafal Pasal-Pasal dalam Undang-Undang

Salah satu mitos yang paling umum adalah bahwa mahasiswa hukum harus menghafal semua pasal-pasal dalam undang-undang. Padahal, hal ini tidak benar. Menurut Prof. Topo Santoso, dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, undang-undang itu hanyalah panduan yang perlu kita pahami konsepnya. Agar kita bisa mengetahui, bagaimana undang-undang itu dalam mengatur suatu persoalan.

Jadi, yang penting bagi mahasiswa hukum adalah memahami isi undang-undang tersebut serta menerapkannya pada suatu kasus dengan baik dan benar. Tidak perlu menghafal semuanya, karena jumlah undang-undang di Indonesia sangat banyak dan terus bertambah. Melansir dari peraturan.go.id, website resmi dari Kementerian Hukum dan HAM RI, terdapat lebih dari 35 ribu peraturan yang berlaku di Indonesia.

Mitos 2: Lulusan Fakultas Hukum Hanya Bisa Menjadi Hakim, Jaksa atau Pengacara

Mitos lain yang sering didengar adalah bahwa lulusan fakultas hukum hanya bisa menjadi hakim, jaksa atau pengacara. Padahal, hal ini juga tidak benar. Lulusan Fakultas Hukum bisa bekerja di berbagai bidang dan profesi, selama ada kaitannya dengan hukum. Misalnya, di bidang perbankan, industri tambang dan perminyakan, rumah sakit, lembaga pemerintah, organisasi non-pemerintah, media, akademisi, peneliti, dan lain-lain.

Lulusan Fakultas Hukum juga bisa mendirikan atau bekerja di law firm, yaitu firma hukum yang menyediakan berbagai layanan hukum untuk membantu klien. Layanan hukum yang dimaksud bisa berupa jasa hukum, konsultasi hukum, konsultasi hubungan industrial, dan sebagainya. Jadi, tidak perlu khawatir, lulusan Fakultas Hukum memiliki banyak peluang karir yang menarik dan bervariasi.

Mitos 3: Harus Jago Berdebat dan Pandai Berbicara di Depan Umum

Mitos ketiga adalah bahwa mahasiswa hukum harus jago berdebat dan pandai berbicara di depan umum. Memang, kemampuan ini adalah nilai plus untuk mahasiswa hukum, apalagi jika bercita-cita menjadi pengacara. Karena hal ini berkaitan dengan kemampuan meyakinkan orang lain atas ide-ide, tafsir peraturan, atau telaah kasus yang sedang diperjuangkan.

Namun, bukan berarti kemampuan ini adalah segalanya. Karena untuk mahasiswa hukum, lebih diutamakan memiliki kemampuan berpikir strategis, analisis data, mengolah sumber informasi, menempatkan teori atau aturan dengan benar, dan memberikan solusi. Selain itu, kemampuan berdebat dan berbicara di depan umum juga bisa dilatih dan ditingkatkan, tidak harus sudah jago sejak awal.

Mitos 4: Menjadi Mahasiswa Hukum Berarti Harus Siap Jadi Aktivis

Mitos keempat adalah bahwa menjadi mahasiswa hukum berarti harus siap jadi aktivis. Banyak orang menganggap bahwa mahasiswa hukum adalah mahasiswa yang kritis, vokal, dan berani menyuarakan pendapatnya, terutama tentang isu-isu hukum dan politik. Memang, sebagai mahasiswa hukum, pengetahuan kamu akan organisasi dan kegiatan politik akan bertambah. Banyak juga kesempatan untuk kamu ikut dalam kegiatan-kegiatan, seperti aksi demo, yang bertujuan untuk menyuarakan pendapat kamu, tanpa aksi-aksi anarkis tentu saja.

Namun, bukan berarti kamu harus menjadi aktivis jika tidak mau. Kamu tetap bisa menjadi mahasiswa hukum yang baik tanpa harus terlibat dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Yang penting adalah kamu tetap mengikuti perkembangan hukum dan politik di Indonesia dan dunia, serta memiliki sikap kritis dan bertanggung jawab atas segala hal yang berkaitan dengan hukum.

Mitos 5: Kuliah Hukum Tidak Akan Belajar Matematika

Mitos kelima adalah bahwa kuliah hukum tidak akan belajar matematika. Banyak orang yang berpikir bahwa kuliah hukum itu hanya belajar tentang teks-teks hukum yang panjang dan rumit. Padahal, hal ini juga tidak benar. Kuliah hukum juga membutuhkan kemampuan matematika, terutama dalam bidang-bidang tertentu, seperti hukum perpajakan, hukum bisnis, hukum perbankan, dan sebagainya.

Kemampuan matematika yang dibutuhkan tidak harus tinggi-tinggi, kok. Cukup menguasai dasar-dasar matematika, seperti operasi hitung, persentase, logika, dan statistika. Kemampuan ini akan berguna untuk menghitung pajak, bunga, kerugian, ganti rugi, dan lain-lain. Jadi, jangan anggap remeh matematika, ya!

Mitos 6: Mahasiswa Hukum Tidak Punya Perasaan

Mitos keenam adalah bahwa mahasiswa hukum tidak punya perasaan. Banyak orang menganggap bahwa orang-orang yang berada di dalam fakultas hukum ini kebanyakan dingin dan tidak peduli dengan orang lain. Padahal, hal ini juga tidak benar. Mahasiswa hukum juga manusia biasa yang memiliki perasaan dan empati. Hanya saja, mereka harus mengesampingkan perasaan iba saat memutuskan sesuatu di pengadilan

Sebagai mahasiswa hukum, mereka harus berpegang pada prinsip keadilan dan kebenaran, serta menghormati hukum yang berlaku. Mereka tidak boleh memihak atau berprasangka buruk terhadap siapa pun, tanpa bukti yang kuat dan valid. Mereka juga harus bisa mengendalikan emosi dan bersikap profesional dalam menangani setiap kasus. Jadi, bukan berarti mereka tidak punya perasaan, tetapi mereka harus bisa memisahkan antara perasaan dan logika.

Mitos 7: Mahasiswa Hukum Tidak Perlu Belajar Bahasa Asing

Mitos ketujuh adalah bahwa mahasiswa hukum tidak perlu belajar bahasa asing. Banyak orang yang berpikir bahwa kuliah hukum itu hanya belajar tentang hukum Indonesia saja, dan tidak perlu tahu tentang hukum internasional. Padahal, hal ini juga tidak benar. Mahasiswa hukum juga perlu belajar bahasa asing, terutama bahasa Inggris, karena banyak sumber-sumber hukum yang menggunakan bahasa Inggris, seperti jurnal, buku, artikel, dan lain-lain.

Selain itu, bahasa Inggris juga penting untuk mahasiswa hukum yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri, atau bekerja di bidang hukum yang berkaitan dengan negara-negara lain, seperti hukum bisnis, hukum perdagangan internasional, hukum hak asasi manusia, dan sebagainya. Jadi, jangan anggap sepele bahasa asing, ya! Belajarlah bahasa asing sejak dini, agar kamu bisa lebih siap menghadapi tantangan di dunia hukum.

Mitos 8: Mahasiswa Hukum Tidak Perlu Belajar Ilmu Sosial dan Humaniora

Mitos kedelapan adalah bahwa mahasiswa hukum tidak perlu belajar ilmu sosial dan humaniora. Banyak orang yang berpikir bahwa kuliah hukum itu hanya belajar tentang hukum saja, dan tidak perlu tahu tentang ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan manusia dan masyarakat. Padahal, hal ini juga tidak benar. Mahasiswa hukum juga perlu belajar ilmu sosial dan humaniora, karena hukum itu sendiri adalah produk dari interaksi sosial dan budaya.

Ilmu sosial dan humaniora, seperti sosiologi, antropologi, psikologi, sejarah, filsafat, dan lain-lain, bisa membantu mahasiswa hukum untuk memahami latar belakang, konteks, dan dampak dari suatu peraturan atau keputusan hukum. Dengan begitu, mahasiswa hukum bisa lebih peka dan responsif terhadap isu-isu hukum yang ada di masyarakat, serta bisa memberikan solusi yang tepat dan adil.

Mitos 9: Mahasiswa Hukum Harus Berpakaian Rapi dan Formal

Mitos kesembilan adalah bahwa mahasiswa hukum harus berpakaian rapi dan formal. Banyak orang yang menganggap bahwa mahasiswa hukum adalah mahasiswa yang selalu tampil elegan dan profesional, dengan mengenakan kemeja, jas, dasi, atau rok. Padahal, hal ini juga tidak benar. Mahasiswa hukum bisa berpakaian sesuai dengan selera dan kenyamanan mereka, selama tidak melanggar aturan atau norma yang berlaku.

Tentu saja, ada beberapa situasi yang membutuhkan mahasiswa hukum untuk berpakaian rapi dan formal, seperti saat mengikuti sidang, seminar, atau kunjungan ke lembaga hukum. Namun, di luar itu, mahasiswa hukum bisa berpakaian apa saja yang mereka suka, tanpa harus merasa minder atau kurang percaya diri. Jadi, jangan takut untuk berekspresi dengan gaya berpakaian kamu, ya!

Mitos 10: Mahasiswa Hukum Harus Banyak Membaca Buku Tebal

Mitos kesepuluh adalah bahwa mahasiswa hukum harus banyak membaca buku tebal. Banyak orang yang berpikir bahwa kuliah hukum itu identik dengan membaca buku-buku tebal yang berisi teori-teori hukum yang rumit dan sulit dipahami. Padahal, hal ini juga tidak benar. Mahasiswa hukum tidak hanya membaca buku tebal, tetapi juga sumber-sumber hukum lainnya, seperti putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan, jurnal, artikel, berita, dan lain-lain.

Mahasiswa hukum juga tidak harus membaca semua buku tebal yang ada, tetapi bisa memilih buku-buku yang relevan dan bermutu, sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka. Selain itu, mahasiswa hukum juga bisa memanfaatkan teknologi, seperti internet, komputer, atau smartphone, untuk mencari dan mengakses sumber-sumber hukum secara online, yang lebih praktis dan efisien.

Demikianlah beberapa mitos dan faktanya tentang mahasiswa dan perkuliahan di fakultas hukum. Semoga tulisan ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan kamu tentang jurusan ilmu hukum. Jangan mudah percaya dengan mitos-mitos yang tidak berdasar, ya. Tetap semangat belajar dan berkarya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp